Kamis, 22 Maret 2018

Opini: MAHAR POLITIK "Menguji Kualitas Demokrasi Lokal"


Foto Istimewa : Gun T. Halilintar
 












Pilkada serentak gelombang ketiga yang akan berlangsung pada tanggal 27 juni 
2018 akan menjadi tantangan. Apakah kualitas demokrasi nasional akan mengalami peningkatan atau sebaliknya. Pilkada serentak 2018 akan lebih besar dari pada pilkada sebelumnya. Sebanyak 171 daerah akan berpartisipasi pada ajang pemilihan kepala daerah, dari 171 daerah tersebut, ada 17 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten.
 
Dewasa ini keberadaan partai politik dalam hajatan pesta demokrasi merupakan kekuatan utama yang memainkan peran yang sangat penting, masa depan politik indonesia pada dasarnya sangat tergantung pada perkembangan partai politik yang ada. 

Saat ini keberadaan partai politik hanya sebagai instrumen utama demokrasi, apa lagi di indonesia pertumbuhan partai politik begitu menjamur sementara masih banyak menyisakan persoalan. Tidak hanya persoalan di internal organisasi namun juga dalam kerangka sistem politik indonesia secara keseluruhan. Salah satu persoalan yang kini banyak dihadapi oleh partai politik adalah munculnya praktek mahar politik.

Partai politik mempunyai fungsi sebagai sarana dalam melakukan seleksi dan pemilihan serta pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umunya dan pemerintahan pada khususnya.

Istilah mahar politik memang tidak asing lagi bagi sebagian masyarakat indonesia namun bagi partai politik pratik mahar merupakan hal yang lumrah. Jika merujuk pada praktik penyerahan uang dari seseorang calon yang ingin diusung atau di calonkan kepada partai politik, dengan harapan mendapat dukungan. Maka jelas, mahar politikbersifat transaksional. Politik memang sebagai tindakan yang nyata untuk mengelola kekuasaan, politik tidak mengenal istilah jalan buntu. 

Dalam politik, selalu ada tempat untuk bernegosiasi untuk memutuskan pengelolaan kekuasaan. Namun, persepsi sebagian kalangan masyarakat mengatakan bahwa; praktik mahar politik adalah praktik “jual beli” (Price) dukunagn antara calon dalam pemilihan kepala daerah, pemilihan gubernur juga dalam pemilihan legislatif dan eksekutif.

Sumber dana serta Peran Partai Dalam Hajatan Demokrasi
Merujuk Per-UU No. 02 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, setidaknya terdapat sumber pendanaan partai yang diperolehkan, yakni iuran anggota, sumbangan sah menurut hukum dan bantuan negara dari APBN atau APBD. Sementara, dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 05 Tahun 2009 mengamanatkan jumlah besaran dana bantuan negara per-partai dihitung sebesar Rp. 108 untuk setiap suara yang diperoleh dalam pemilu. Kemungkinan dana bantuan partai politik berpotentsi naik tahun depan. 

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebut bahwa dana bantuan untuk partai politik tidak mengalami kenaikan selama 10 tahun terakhir, tahun ini kata Tjahjo, akan diusahan di bahas dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Pembelanjaan Negara (RAPBN-P) 2017 agar meningkat. Yang dilansir media online Kompas (Senin, 3 Juli 2017/22.12 WIB) . Nantinya dana yang diberikan tetap sesuai dengan perolehan suara yang diraih, serta sudah mendapat persetujuan dari Kementerian Keuangan yakni sebesar Rp. 1000 per suara, akan mendapat bantuan dana sebesar Rp. 1 Miliar.

Sebagaimana layaknya organisasi lainnya, partai politik sebagai sebuah organiosasi politik juga memerlukan dana untuk dapat berjalan roda aktivitas kepartaian. Namun berbeda dengan organisasi-organisasi lainya, partai politik memiliki hubungan yang sangat erat dengan kekuasaan. Karenanya, keberadaan partai politik juga menjadi sangat rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan.

Jika kita merujuk pada fungsi dan pengertian partai itu sendiri. menurut Carl J. Friedric mengemukakan partai politik adalah sekelompok manuasia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan itu, memberikan kepada anggota-anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil.

Secara khusus pengertian partai politik disebutkan dalam UU RI No. 31 thn 2002 mengenai partai politik yaitu organisasi yang dibentuk oleh sekelompok warga negara republik indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk dapat memperjuangkan kepentingan anggota, kepentingan masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan umum. 

Disamping itu, partai politik yang juga sebagai pilar demokrasi perlu ditata dan disempurnakan, merujuk penjelasan umum UU No. 02 Tahun 2011. Pertama, membentuk sikap dan prilaku partai politikyang terpola atau sistemik sehingga terbentuk budaya politik yang mendukung prinsip-prinsip dasar sistem demokrasi. hal ini ditunjukan dengan sikap dan prilaku partai politik yang memiliki sistem seleksi dan rekrutmen yang memadai serta mengembangkan sistem pengkaderan kepemimpinan politik yang kuat. Kedua, memaksimalkan fungsi partai politik baik fungsi partai politik terhadap negara maupun fungsi partai terhadap rakyat melalui pendidikan politik dan pengkaderan serta rekrutmen politik yang efektif untuk menghasilkan kader-kader calon pemimpin yang memiliki kemampuan di bidang politik.
 
Selama ini tantangan utama proses penyelenggaraan pilkada adalah minimnya ruang komunikasi antara partai politik dengan masyarakat, terutama dalam merumuskan dan menentukan calon pemimpin kepala daerah. Proses rekrutmen oleh partai politik tidak berlansung secara terbuka dan partisipatif seperti idealnya ciri-ciri pemilihan itu sendiri. Tidak hanya itu, proses rekrutmen tidak dibangun relasi yang baik antara partai politik dan masyarakat. 

Sistem rekrutmen calon kepala daerah oleh partai politik menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tercantum pada pasal 7 yang menyebutkan ada 21 persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon kepala daerah, selain itu pasal 42 juga mengatur mengenai sistem rekrutmen calon kepala daerah oleh partai politik yakni mulai dari pendaftaran pasangan calon oleh partai politik hingga pendaftaran pasangan calon kepala daerah oleh partai politik ke komisi pemilihan umum (KPU)
Perlu kita tegaskan terhadap partai politik untuk menentukan calon kepala daerah yang mereka usung, agar tidak terjebak dalam sistem transasksional. 

Sistem yang diterapkan oleh partai politik adalah dengan gaya sistem “Buka Lapak”, dengan berbagai persyaratan yang diajukan, lalu menunggu para kader untuk mendaftar, justru sistem ini memiliki peluang besar untuk melakukan negosiasi/transaksi antara partai politik dengan calon pendaftar agar mendapat dukungan partai.

Pilkada 2018 harus bebas dari mahar politik, agar menuju pemerintahan yang berkualitas, calon pemimpin yang bersih, berintegritas dan kapabel. Partai politik harus membuat komitmen bersama agar menghapus praktek Mahar Politik. Masyarakat pada umumnya dapat melihat mana parati politik yang merekrut pemimpin yang benar-benar diterima serta memiliki visi, misi, dan program kerja yang bermanfaat untuk rakyat. Dalam konteks ini, partai politik tentu tidak akan mengedepankan keinginan elite parpol terhadap kandidat tertentu. Konvensi dianggap sebagai salah satu cara partai politik memilih calon pemimpin secara elegan, dengan cara mengandeng masyarakat untuk menyaring calon pemimpin yang bebas dari KKN untuk diusung. Namun jika tanpa ada niat baik dan membangun komitmen kuat dari partai politik untuk menghilangkan praktek mahar politik, maka semuanya sia-sia saja.

Tulisan ini sebelumnya sudah dimuat pada Blog mejabundar86.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar